Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan
Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang
ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang
terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor,
perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat
dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000).
Perdagangan
atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan
atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari
sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menetukan apakah ia mau melakukan
pertukaran atau tidak (Boediono, 2000). Pada dasarnya ada dua teori yang
menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional.
a. Teori
Klasik
1. Merkantilis
Para
penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu
negara
untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin
ekspor
dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya
akan
dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya emas dan
perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara maka
semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus
menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan mengurangi serta
membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah). Namun, oleh karena
setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga
karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah
Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain.
Keinginan
para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya cukup rasional,
jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh
sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan
kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar
dan lebih baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya;
peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah
negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas
berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis.
Selanjutnya,
dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan
dapat
mendorong output dan kesempatan kerja nasional.
2. Adam
Smith
Adam
Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi
hasil
tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat
dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai
dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai
dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan
sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut
Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa
menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada
negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang
tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu
negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan
sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain.
Teori Absolute
Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan
moneter
sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya
tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga
kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of
value).
Teori Absolute
Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori
nilai
tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan
satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak
homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak
bebas, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada dua
negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen
menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit
gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga
kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan
tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Tabel
1.1 Banya knya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan
per
UnitProduksi Amerika Inggris
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
8
|
10
|
Pakaian
|
4
|
2
|
Sumber:
Salvatore (2006).
Dari
tabel di atas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi
gandum
sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit
tenaga
kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit (10 > 8). 1 unit pakaian
di
Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan
demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute
advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute
advantage pada produksi pakaian.
Dikatakan absolute
advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang
dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Kelebihan dari
teori absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara
dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi
interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya
yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka
perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
b. Teori
Modern
1. John
Stuart Mill dan David Ricardo
Teori
J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar
dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu
barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan bahwa nilai
suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barang tersebut. Contoh: Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
6
bakul
|
2
bakul
|
Pakaian
|
10
yard
|
6
yard
|
Sumber:
Salvatore (2006).
Menurut
teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan
timbul
karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada
Amerika
semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi
comparative
Advantagenya. Besarnya comparative advantage untuk Amerika, dalam
produksi gandum 6 bakul dibanding 2 bakul dari Inggris atau = 3 : 1. Dalam
produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Di sini
Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 :
1 lebih besar dari 5/3 : 1.
Untuk
Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul dibanding 6 bakul dari
Amerika
atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau =
3/5:
1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1
lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara
Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan
sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of
trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-masing barang di dalam
negeri.
Kelebihan
untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan
berapa
nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini
tidak
dapat diterangkan oleh teori absolute advantage. David Ricardo
(1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada
jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang
dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan
membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan
oleh orang. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang
dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak
ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan
dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di
lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang
sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan
kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat
ditambah produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai
penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David
Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai
kerja:
ü Perlu
diperhatikan adanya kualitas kerja, ada kualitas kerja terdidik dan
tidakterdidik, kualitas kerja keahlian dan lain sebagainya. Aliran yang klasik
dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan
barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk
memproduksi barang. Dari situ maka Carey kemudian mengganti ajaran nilai kerja
dengan .teori biaya reproduksi
ü Kesulitan
yang terdapat dalam nilai kerja itu bahwa selain kerja masih banyak lagi jasa
produktif yang ikut membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan.
Selanjutnya David Ricardo menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal
yang dipergunakan dalam produksi boleh dikatakan tetap besarnya dan hanya
sedikit sekali perubahan.
Atas
dasar nilai kerja, dibedakan di samping .harga alami. (natural price) ada pula
.harga pasaran. (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith) .harga
alami. akan terjadi bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh
kebebasan pilihannya untuk membuat sesuatu produk tertentu yang menurutnya
lebih menguntungkan dan menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini
sejalan dengan pandangan kaum physiokrat. Istilah .harga alami. (natural price)
yang dikemukakan Smith adalah sama dengan istilah Cantillon .valeur
intrinsique. (nilai intrinsik), Turgot .valeur fondamental. (harga pokok), Say
.prix reel. (harga real), Ricardo primery/natural/necessary price.
(harga pokok) dan Cairnes .normal price. (harga normal).
.Harga pasaran. dapat berbeda dengan .harga alami. di mana akan menyesuaikan
dengan keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang bersangkutan. Demikian
pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan pemerintah yang dapat menghalangi
penyesuaian harga alami dengan harga pasaran. Tetapi bagaimanapun, harga alami
akan menjadi acuan (pedoman) atas penetapan harga pasaran.Teori perdagangan
internasional diketengahkan oleh David Ricardo yang mulai dengan anggapan bahwa
lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara yang
diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua Negara tersebut hanya
beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan
teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional.
Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila
dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan
perdagangan. Teori perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan
lebih cepat. Kalau dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk
melakukan perdagangan, berkat .law of comparative costs. dari Ricardo, Inggris
mulai kembali membuka perdagangannya dengan negara lain. Pemikiran kaum klasik
telah mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara beberapa
negara. Teori comparative advantage telah berkembang
menjadi dynamic comparative advantage yang menyatakan bahwa
keunggulan komparatif dapat diciptakan. Oleh karena itu penguasaan teknologi
dan kerja keras menjadi faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang
menguasai teknologi akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas
ini, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah
dalam persaingan internasional.
a. Cost
Comparative Advantage (Labor efficiency)
Menurut
teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat
berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan
contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teoricomparative
advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Data
Hipotesis Cost Comparative
Produksi
|
1
kg gula
|
1
m kain
|
Indonesia
|
3
hari kerja
|
4
hari kerja
|
China
|
6
hari kerja
|
5
hari kerja
|
Sumber:
Salvatore (2006).
Indonesia
memiliki keunggulan absolut dibanding Cina untuk kedua produk
diatas,
maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan
kedua
negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost
comparative
advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan Cost
Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia
lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula (atau
hari kerja) daripada produksi 1 meter kain (hari bekerja) hal ini akan
mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya
tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 m kain (hari kerja) daripada produksi 1 Kg gula (hari kerja)
hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
a. Production
Comperative Advantage (Labor productifity)
Suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika
melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut
dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara
tersebut
berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun Indonesia memiliki
keunggulan
absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan
internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui
spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity.
Kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan
mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. Sedangkan
kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat
terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan
masing-masing dari Negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost
Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori
ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori
ini berlandaskan pada asumsi:
Labor
Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah
tenaga
kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, di mana nilai
barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
memproduksinya.
2. Teori
Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut
Heckscher-Ohlin,
suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan
negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi
dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
a. Faktor endowment,
yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b. Faktor intensity,
yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor
intensity atau capital intensity.
Teori
modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah
kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama.
Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas
produk
yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan
kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan
diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh
sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut:
a. Harga
atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
b. Comparative
Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan
ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.
c. Masing-masing
negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak
dan murah untuk memproduksinya.
d. Sebaliknya
masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara
tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk
memproduksinya.
e. Kelemahan
dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula
sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Teori
Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu
Eli
Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai
perdagangan
internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan
komparatif.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, tulisan ini sedikit akan
mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori
Klasik Comparative advantagemenjelaskan bahwa perdagangan internasional
dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of
labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antarnegara
(Salvatore, 2006). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai
penyebab perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan
penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori
H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing
negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang
dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai .The
Proportional Factor Theory.. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor
produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan
spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya,
masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.
Hipotesis
Teori H-O
Sebelum
melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan
dikemukakan
hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:
1. Produksi
barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap
negara turun.
2. Harga
atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
3. Harga
labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua Negara cenderung
sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderumg sama.
4. Perdagangan
akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan Negara yang
kaya Labor.
5. Masing-masing
negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak
dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga Negara yang kaya kapital maka
ekspornya padat kapital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor
ekspornya padat karya dan impornya padat kapital.
Kelemahan
Asumsi Teori H-O
Untuk
lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan
internasional
akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid:
a. Asumsi
bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam
memproduksi
adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering menggunakan
teknologi yang berbeda.
b. Asumsi
persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi lebih menjadi
masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah produk negara
industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum
bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.
c. Asumsi
tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas factor secara
internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang
menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antarnegara. Maknanya
adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model
H-O.
d. Asumsi
spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi jika melakukan
perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak Negara yang masih
memproduksi komoditi yang sebagian besar adalah dari impor.
Sumber
: sap.gunadarma.ac.id
http://sandyrado.blogspot.com/2014/03/makalah-teori-perdagangan-internasional.html Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan
Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang
ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang
terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor,
perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat
dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000).
Perdagangan
atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan
atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari
sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menetukan apakah ia mau melakukan
pertukaran atau tidak (Boediono, 2000). Pada dasarnya ada dua teori yang
menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional.
a. Teori
Klasik
1. Merkantilis
Para
penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara bagi suatu
negara
untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin
ekspor
dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkannya selanjutnya
akan
dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-logam mulia, khususnya emas dan
perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki oleh suatu negara maka
semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus
menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan mengurangi serta
membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah). Namun, oleh karena
setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga
karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah
Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain.
Keinginan
para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya cukup rasional,
jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk memperoleh
sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki banyak emas dan
kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata yang lebih besar
dan lebih baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negaranya;
peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan sebuah
negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak emas
berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis.
Selanjutnya,
dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan
dapat
mendorong output dan kesempatan kerja nasional.
2. Adam
Smith
Adam
Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi
hasil
tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat
dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu negara dicapai
dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai
dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan
sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut
Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa
menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada
negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang
tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu
negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan
sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain.
Teori Absolute
Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan
moneter
sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya
tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga
kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of
value).
Teori Absolute
Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori
nilai
tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan
satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak
homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak
bebas, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada dua
negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen
menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit
gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga
kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan
tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Tabel
1.1 Banya knya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan
per
UnitProduksi Amerika Inggris
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
8
|
10
|
Pakaian
|
4
|
2
|
Sumber:
Salvatore (2006).
Dari
tabel di atas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi
gandum
sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit
tenaga
kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit (10 > 8). 1 unit pakaian
di
Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan
demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute
advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute
advantage pada produksi pakaian.
Dikatakan absolute
advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang
dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Kelebihan dari
teori absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara
dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi
interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya
yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka
perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
b. Teori
Modern
1. John
Stuart Mill dan David Ricardo
Teori
J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar
dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu
barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan bahwa nilai
suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barang tersebut. Contoh: Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
6
bakul
|
2
bakul
|
Pakaian
|
10
yard
|
6
yard
|
Sumber:
Salvatore (2006).
Menurut
teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan
timbul
karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada
Amerika
semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi
comparative
Advantagenya. Besarnya comparative advantage untuk Amerika, dalam
produksi gandum 6 bakul dibanding 2 bakul dari Inggris atau = 3 : 1. Dalam
produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Di sini
Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 :
1 lebih besar dari 5/3 : 1.
Untuk
Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul dibanding 6 bakul dari
Amerika
atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau =
3/5:
1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1
lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara
Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan
sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of
trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-masing barang di dalam
negeri.
Kelebihan
untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan
berapa
nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini
tidak
dapat diterangkan oleh teori absolute advantage. David Ricardo
(1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada
jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang
dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan
membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan
oleh orang. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang
dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak
ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan
dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di
lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang
sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan
kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat
ditambah produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai
penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David
Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai
kerja:
ü Perlu
diperhatikan adanya kualitas kerja, ada kualitas kerja terdidik dan
tidakterdidik, kualitas kerja keahlian dan lain sebagainya. Aliran yang klasik
dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan
barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk
memproduksi barang. Dari situ maka Carey kemudian mengganti ajaran nilai kerja
dengan .teori biaya reproduksi
ü Kesulitan
yang terdapat dalam nilai kerja itu bahwa selain kerja masih banyak lagi jasa
produktif yang ikut membantu pembuatan barang itu, harus dihindarkan.
Selanjutnya David Ricardo menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal
yang dipergunakan dalam produksi boleh dikatakan tetap besarnya dan hanya
sedikit sekali perubahan.
Atas
dasar nilai kerja, dibedakan di samping .harga alami. (natural price) ada pula
.harga pasaran. (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith) .harga
alami. akan terjadi bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh
kebebasan pilihannya untuk membuat sesuatu produk tertentu yang menurutnya
lebih menguntungkan dan menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini
sejalan dengan pandangan kaum physiokrat. Istilah .harga alami. (natural price)
yang dikemukakan Smith adalah sama dengan istilah Cantillon .valeur
intrinsique. (nilai intrinsik), Turgot .valeur fondamental. (harga pokok), Say
.prix reel. (harga real), Ricardo primery/natural/necessary price.
(harga pokok) dan Cairnes .normal price. (harga normal).
.Harga pasaran. dapat berbeda dengan .harga alami. di mana akan menyesuaikan
dengan keadaan penawaran dan permintaan atas barang yang bersangkutan. Demikian
pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan pemerintah yang dapat menghalangi
penyesuaian harga alami dengan harga pasaran. Tetapi bagaimanapun, harga alami
akan menjadi acuan (pedoman) atas penetapan harga pasaran.Teori perdagangan
internasional diketengahkan oleh David Ricardo yang mulai dengan anggapan bahwa
lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara yang
diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua Negara tersebut hanya
beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan
teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional.
Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila
dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan
perdagangan. Teori perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan
lebih cepat. Kalau dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk
melakukan perdagangan, berkat .law of comparative costs. dari Ricardo, Inggris
mulai kembali membuka perdagangannya dengan negara lain. Pemikiran kaum klasik
telah mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara beberapa
negara. Teori comparative advantage telah berkembang
menjadi dynamic comparative advantage yang menyatakan bahwa
keunggulan komparatif dapat diciptakan. Oleh karena itu penguasaan teknologi
dan kerja keras menjadi faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang
menguasai teknologi akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas
ini, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah
dalam persaingan internasional.
a. Cost
Comparative Advantage (Labor efficiency)
Menurut
teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat
berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan
contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teoricomparative
advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Data
Hipotesis Cost Comparative
Produksi
|
1
kg gula
|
1
m kain
|
Indonesia
|
3
hari kerja
|
4
hari kerja
|
China
|
6
hari kerja
|
5
hari kerja
|
Sumber:
Salvatore (2006).
Indonesia
memiliki keunggulan absolut dibanding Cina untuk kedua produk
diatas,
maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan
kedua
negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost
comparative
advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan Cost
Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia
lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula (atau
hari kerja) daripada produksi 1 meter kain (hari bekerja) hal ini akan
mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya
tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 m kain (hari kerja) daripada produksi 1 Kg gula (hari kerja)
hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
a. Production
Comperative Advantage (Labor productifity)
Suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika
melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut
dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara
tersebut
berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun Indonesia memiliki
keunggulan
absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan
internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui
spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity.
Kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan
mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. Sedangkan
kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat
terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan
masing-masing dari Negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost
Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori
ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori
ini berlandaskan pada asumsi:
Labor
Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah
tenaga
kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, di mana nilai
barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
memproduksinya.
2. Teori
Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut
Heckscher-Ohlin,
suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan
negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi
dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
a. Faktor endowment,
yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b. Faktor intensity,
yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor
intensity atau capital intensity.
Teori
modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah
kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama.
Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas
produk
yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan
kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan
diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh
sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut:
a. Harga
atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
b. Comparative
Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan
ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.
c. Masing-masing
negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak
dan murah untuk memproduksinya.
d. Sebaliknya
masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara
tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk
memproduksinya.
e. Kelemahan
dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula
sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Teori
Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu
Eli
Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai
perdagangan
internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan
komparatif.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, tulisan ini sedikit akan
mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori
Klasik Comparative advantagemenjelaskan bahwa perdagangan internasional
dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of
labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antarnegara
(Salvatore, 2006). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai
penyebab perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan
penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori
H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing
negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang
dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai .The
Proportional Factor Theory.. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor
produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan
spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya,
masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.
Hipotesis
Teori H-O
Sebelum
melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan
dikemukakan
hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:
1. Produksi
barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap
negara turun.
2. Harga
atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
3. Harga
labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua Negara cenderung
sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderumg sama.
4. Perdagangan
akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan Negara yang
kaya Labor.
5. Masing-masing
negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak
dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga Negara yang kaya kapital maka
ekspornya padat kapital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor
ekspornya padat karya dan impornya padat kapital.
Kelemahan
Asumsi Teori H-O
Untuk
lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan
internasional
akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid:
a. Asumsi
bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam
memproduksi
adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering menggunakan
teknologi yang berbeda.
b. Asumsi
persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi lebih menjadi
masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah produk negara
industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum
bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.
c. Asumsi
tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas factor secara
internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang
menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antarnegara. Maknanya
adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model
H-O.
d. Asumsi
spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi jika melakukan
perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak Negara yang masih
memproduksi komoditi yang sebagian besar adalah dari impor.
Sumber
: sap.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar